TpdoGSGpGSriTfMlGpGlBSziTY==
Light Dark
Kasus Beras Dioplos, Pengamat: Pemerintah Harus Terapkan Teknologi Pelacakan Pangan

Kasus Beras Dioplos, Pengamat: Pemerintah Harus Terapkan Teknologi Pelacakan Pangan

Daftar Isi
×

  

Pemerhati Pangan Syamsul Fahmi (Kiri)
                             
Mataram,PolitikNTB.com– Terbongkarnya kasus beras oplosan di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang melibatkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial NA beberapa waktu lalu menyita perhatian publik. 

Sebanyak 3,5 ton beras oplosan dikemas ulang menggunakan karung bermerek resmi seperti SPHP dan Beraskita ditemukan di rumah sekaligus gudang pelaku.

Menanggapi kasus tersebut, Syamsul Fahmi, pemerhati pangan dari G-NIUS Institute Indonesia menegaskan peristiwa beras oplosan jadi 'alarm keras' lemahnya sistem pengawasan mutu pangan. Hal yang disebabkan belum diterapkannya teknologi pelacakan pangan (food tracking) secara menyeluruh oleh Pemerintah NTB. 

“Kasus seperti ini tidak hanya merugikan konsumen secara ekonomi dan kualitas konsumsi, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap distribusi pangan bersubsidi dan berlabel resmi. Harus ada transformasi pengawasan berbasis teknologi,” Ujar Fahmi di Mataram, Jumat (8/8/2025).

Menurutnya, sistem 'traceability' (pelacakan asal-usul pangan) berbasis teknologi digital menjadi kewajiban pemerintah, khususnya komoditas strategis seperti beras.

“Setiap karung beras seharusnya memiliki kode unik atau QR code yang bisa dilacak oleh siapa saja, baik petugas maupun konsumen, untuk mengetahui asal-usulnya, dari mana diproduksi, siapa distributor, hingga kapan dikemas,” Jelas Fahmi.

Diterangkan Fahmi, penting sekali pengawasan serius dan sistematis di gudang distribusi dan pasar. Terkait sarana? Alat deteksi kandungan beras seperti kadar menir atau butir patah kini sudah tersedia secara komersial, mulai dari teknologi NIR (Near Infrared) hingga sistem grading otomatis.

“Dengan alat ini, tidak mungkin ada beras oplosan bisa lolos dan dikemas seolah-olah berasal dari Bulog. Ini soal kemauan dan keberpihakan pada kualitas,” Terangnya.

Lebih lanjut, alumni Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram ini mendorong pemerintah segera menerbitkan aturan teknis yang mewajibkan penggunaan sistem pelacakan pangan dengan memberikan dukungan digitalisasi kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak di bidang usaha perdagangan beras dan distributor beras. 

“Konsumen harus diajarkan cara membedakan produk palsu dan cara mengecek keaslian produk pangan, baik melalui label maupun aplikasi pelacakan resmi. Jangan sampai kita tertipu karena tampilan luar yang terlihat legal,” Katanya.

Selaku pemerhati, Fahmi melihat kasus beras oplosan jadi momentum baik bagi pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terkait ketahanan dan keamanan pangan dari sisi distribusi dan pengawasan mutu.

"Transformasi ke arah sistem pangan berbasis teknologi bukan lagi sekadar inovasi, melainkan kebutuhan mendesak di era keterbukaan informasi dan perlindungan konsumen yang semakin kritis," Tutupnya. 

Untuk diketahui kasus ini terungkap pertama kali dari penyelidikan lapangan hasil informasi masyarakat pembeli yang meragukan kualitas dan kuantitas beras bermerek SPHP dan Beraskita di Kota Mataram. Dari informasi tersebut Tim Satuan Tugas Pangan Polda NTB bersama pihak Bulog NTB kemudian melakukan penggerebekan. (Red)

0Komentar

Special Ads