Tidak ada sedikit pun bekas dari seorang kuli bangunan atau sopir angkot. Siapa sangka, di balik tawa ringan itu, ada cerita panjang tentang luka masa lalu, kejatuhan ekonomi, dan perjalanan dari kota ke kota mencari penghidupan.
Cerita dimulai jauh dari kursi empuk DPRD Lombok Barat. Pauzul muda pernah merantau ke pelosok Palopo, Sulawesi Selatan, menjadi kuli bangunan irigasi.
Hidupnya keras, bekerja di bawah panas matahari dan guyuran hujan, merasa gagal di rantau, ia pulang. Kemudian, salah seorang tetangga menawari kesempatan menjadi TKI Malaysia. Ia mengaku tertarik berangkat ke luar negeri tanpa benar-benar tahu seperti apa Malaysia itu. Ia hanya didorong keinginan untuk bekerja dan lepas dari jerat ekonomi di kampung halaman.
“Ikut saja, siapa tahu rezeki,” katanya.
Tapi harapan itu pupus. Merantaunya gagal, dan ia pulang dengan tangan hampa.
Kehidupan di kampung tidak lebih mudah dari sebelumnya. Selepas dari Malaysia Masalah keuangan bukannya selesai, malah bertambah. Pauzul mengaku, kelemahannya sejak dulu adalah manajemen keuangan. Uang yang datang sering tidak terkelola, dan ia kerap terjerat kebutuhan mendadak. Tekanan itu membuatnya kembali merantau, kali ini ke Palu, Sulawesi Tengah.
"Awalnya saya bukan di kotanya. Di pinggiran kota," jelasnya.
Di Palu, ia bertemu perempuan yang kemudian menjadi tambatan hati, seorang gadis keturunan Lombok yang lahir dan besar di rantau dan di Palu itulah, lahir anak pertama. Untuk menghidupi keluarga, ia menjadi sopir angkot. Namun, masa kejayaan angkot meredup tak berselang lama. Sepeda motor menguasai jalanan, dan angkot mulai ditinggalkan.
Puncak keterpurukan datang saat Lebaran, dikisahkan Pauzul sempat tak ada uang sama sekali, tak ada apapun yang bisa dimasak di dapurnya, sementara waktu sudah sore, sebentar lagi malam kemenangan tiba.
Bingung dengan keadaan, Pauzul menghubungi keluarganya meminta bantuan, bukan dapat sumbangan, justru disarankan pulang ke Lombok. Sebab menurut keluarga, lebih baik bila dekat dengan keluarga. Pauzul hanya bisa menunduk mengingat momen itu.
Akhirnya, ia diminta pulang ke Lombok Barat. Tapi lingkaran persoalan keuangan kembali menghimpit. Ia bekerja serabutan, hingga akhirnya mendapat pekerjaan di toko kaca.
Di sinilah kejujurannya menonjol. Ia mengaku, pernah menggadaikan motor milik bosnya, ia ceritakan apa adanya. Pernah mengambil uang keluarga, ia akui tanpa ditutup-tutupi. Kejujuran itu justru membuat bosnya berkata, "kamu orang baik, cuma pergaulanmu yang salah. Keuanganmu yang harus diatur."
Dari toko kaca itulah ia belajar bisnis. Selepas berhenti, ia membuka usaha sendiri dengan modal satu-satunya yang ia punya, kejujuran.
Ia tidak punya showroom mewah, tapi memiliki reputasi yang membuat para pemasok di Mataram merekomendasikannya kepada pelanggan.
“Kalau ada proyek kaca, hubungi Pauzul,” kenang Pauzul mengulang kalimat bos pemasoknya. Alasannya sederhana, ia selalu mengembalikan kelebihan kembalian, barang lebih ia kembalikan, bahkan uang proyek yang salah hitung ia kembalikan.
Lalu, pada 2022, sebuah obrolan santai dengan teman membelokkan jalan hidupnya. Mereka bicara banyak politisi nakal dan korup, di sela percakapan Pauzul berujar, "kalau itu saya, saya tidak akan melakukannya." Yang ditimpali kawan-kawannya dengan medorongnya masuk politik.
Singkat cerita, ia masuk politik lewat Partai NasDem.
Dengan dorongan ingin mencoba dan mengabdi. Pengetahuan dan pengalaman politiknya sangat minim, bahkan ia menyebutnya tidak ada.
“Kalau saya faham politik, saya ndak mau ambil nomor 5,” katanya sambil tertawa, menyebut nomor urut pencalonannya yang dianggap nomor kalah. Tapi keajaiban terjadi, ia menang, dan kini duduk di DPRD Lombok Barat.
Melihatnya hari ini, orang bisa saja mengira ia lahir dari keluarga berada. Padahal, setiap senyum yang ia lempar menyimpan jejak lapar, kegagalan, dan perjalanan panjang dari pelosok Palopo, kabin sempit angkot di Palu, hingga etalase kaca di Lombok Barat.
Bagi Pauzul Bayan, kemenangan politik hanyalah lanjutan dari perjalanan panjang membuktikan satu hal, kejujuran masih punya tempat di dunia yang penuh intrik.
0Komentar