![]() |
foto: Hasbi Ardani (dok. pribadi) |
Oleh: Hasbi Ardani (Wakil Ketua Bidang Hukum PDPM Lobar).
Lombok Barat, PolitikNTB.Com—Kerusuhan dan anarkisme yang bahkan berujung pada pembakaran kantor DPRD NTB bukanlah sekadar peristiwa kriminal yang bisa dibereskan dengan pasal-pasal hukum. Bagi saya, itu adalah simbol. Simbol dari akumulasi kekecewaan, kemarahan, sekaligus tuntutan perubahan yang tidak pernah didengar dengan sungguh-sungguh oleh mereka yang seharusnya menjadi wakil rakyat.
Sejarah telah menunjukkan kepada kita, bahwa revolusi kerap dimulai dari letupan amarah rakyat. Revolusi Prancis, misalnya, lahir dari kesenjangan dan ketidakadilan yang menahun. Kemarahan itu akhirnya meledak, memenggal kepala raja, meruntuhkan simbol feodalisme, dan membuka jalan bagi republik.
Dalam film V for Vendetta, gedung parlemen Inggris diledakkan bukan semata-mata demi kehancuran fisik, melainkan sebagai tanda lahirnya era baru, tanda bahwa sebuah sistem lama yang korup sudah tak layak lagi dipertahankan.
Maka, jika gedung DPRD dibakar, ia tidak boleh hanya dibaca sebagai tindakan anarkis tanpa makna. Api itu adalah bahasa lain dari rakyat yang muak. Ia adalah peringatan keras, bahwa legitimasi politik bukan ditentukan oleh kursi empuk di ruang rapat, melainkan oleh suara rakyat yang sesungguhnya. Ketika suara itu terus-menerus diabaikan, maka rakyat akan menemukan jalannya sendiri untuk bicara, meski dengan cara yang keras dan merusak.
Pertanyaannya sekarang, apakah para penguasa akan belajar dari simbol api ini? Atau mereka hanya akan sibuk membangun gedung baru dan mengganti meja rapat, seolah yang terbakar hanya gedung, bukan kepercayaan rakyat?.
Satu lagi, secara kebetulan memang beberapa bulan yang lalu Gubernur NTB berjanji untuk renovasi gedung DPRD tapi terjadi penolakan. Sekarang dengan mudahnya janji itu akan terealisasi, bukan renovasi, tapi pembangunan baru!!.
Sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani berubah. Jika tidak, api itu akan terus menyala, mencari simbol-simbol lain untuk diruntuhkan.
0Komentar