Mataram, PolitikNTB.Com–Dua pesantren asal Lombok
Utara, NTB, yakni Pondok Pesantren As Saidiyah dan Pondok Pesantren
Baqiatushalihat, menjadi wakil NTB dalam Pelatihan Perlindungan Anak dari
Kekerasan di Lembaga Pendidikan Islam Berasrama. Kegiatan ini berlangsung pada
24–26 Agustus 2025 lalu di Hotel Kimaya, Slipi, Jakarta Selatan, dan diikuti
oleh 16 pesantren dari berbagai wilayah Indonesia.
Pelatihan yang digelar Rabithah Maahid Islamiyah
(RMI) PBNU ini menegaskan pentingnya upaya kolektif dalam menciptakan pesantren
yang ramah anak. Ketua RMI PBNU, Kiai Hodrie Arif, menyatakan bahwa isu
pencegahan kekerasan di pesantren merupakan kepentingan bersama.
“Komitmen membentuk Satgas Anti Kekerasan di setiap
pesantren peserta menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan
yang aman dan ramah bagi santri,” ujar Kiai Hodrie.
Para peserta sepakat membentuk Satuan Tugas
(Satgas) Anti Kekerasan di pesantren masing-masing sebagai tindak lanjut nyata
usai pelatihan. Satgas ini tidak hanya bertugas melakukan pencegahan, tetapi juga
berfungsi sebagai pusat aduan, pendampingan, serta edukasi untuk menekan
terjadinya kekerasan di lingkungan pesantren.
Ustaz Miftahuddin, Pengasuh Ponpes As Saidiyah
Lombok Utara, menilai pelatihan ini sangat bermanfaat dan perlu diperluas ke
lebih banyak daerah.
“Ilmu dan pengalaman yang kami peroleh jangan
berhenti di sini saja, tetapi juga harus menyebar lebih luas agar manfaatnya
bisa dirasakan oleh pesantren-pesantren lain di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Adapun pesantren peserta pelatihan berasal dari
berbagai provinsi, di antaranya Ponpes Al-Khairaat Bantuga (Tojo Una-Una,
Sulawesi Tengah), Ponpes Hidayatut Tholibin (Indramayu), Ponpes Al-Ittihad
(Malang, Jawa Timur), Ponpes Ulul Ilmi (Jakarta Timur), Ponpes Al-Ihsan Baron
(Bogor, Jawa Barat), Ponpes Mambaul Ulum (Pati, Jawa Tengah), Ponpes Nurul
Jadid (Probolinggo), Ponpes Hasyim Asyari (Jepara), Ponpes Al-Hamidiyah
(Depok), Ponpes Darunnahdlatain NWDI (Lombok Timur), Ponpes Muhammadiyah
(Padang Panjang), Ponpes Dar Attauhid (Cirebon), Ponpes Krapyak Yayasan Ali
Maksum (DIY), hingga Ponpes Al-Muayyad Mangkuyudan (Solo).
Melalui pelatihan ini, para pengasuh pesantren
menegaskan kembali komitmen untuk menjadikan pesantren sebagai tempat belajar
yang aman, mendidik, dan bebas dari segala bentuk kekerasan, baik fisik,
psikis, maupun seksual.
0Komentar