TpdoGSGpGSriTfMlGpGlBSziTY==
Light Dark
Ada Indikasi Cacat Prosedur dalam Pemilihan Perangkat Kewilayahan Desa Banyu Urip

Ada Indikasi Cacat Prosedur dalam Pemilihan Perangkat Kewilayahan Desa Banyu Urip

Daftar Isi
×
Kaaludin (kiri), salah satu pserta seleksi Perangkat Kewilayahan Desa Banyu Urip

Lombok Barat, PolitikNTB.com – Proses seleksi perangkat kewilayahan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, menuai sorotan setelah sejumlah peserta menilai adanya indikasi cacat prosedur. Salah seorang peserta, Kaaludin mengaku dirugikan oleh hasil seleksi yang dinilai tidak transparan dan cenderung mengabaikan regulasi.

Kaaludin menyebut soal ujian tertulis yang diberikan panitia seleksi sangat mudah untuk dijawab. Namun, hasil penilaian membuatnya dianggap banyak salah, padahal ia yakin jawabannya benar. Ia heran bagaimana jawaban yang jelas sesuai pengetahuan umum bisa dinilai salah oleh panitia. Kejanggalan semakin kuat ketika ia mendapat keterangan dari salah seorang panitia langsung membakar soal dan kunci jawaban setelah ujian selesai, sehingga peserta tidak memiliki bukti untuk mengajukan keberatan.

Menurutnya, tindakan itu membuat hak peserta terampas, sebab aturan memberi ruang tujuh hari untuk mengajukan keberatan bila ditemukan dugaan kecurangan. Ia bahkan menuding hasil seleksi seolah sudah dikunci sejak awal dengan menguntungkan salah satu peserta tertentu.

“Kalau semua bukti sudah dimusnahkan, bagaimana bisa membuktikan kalau ada kesalahan,” ungkapnya. Kaaludin juga menegaskan akan segera menyampaikan protes resmi ke kantor Kecamatan Gerung.

Sorotan lain datang dari aspek regulasi. Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, khususnya Pasal 29 dan 30, menegaskan bahwa seleksi perangkat desa tidak hanya bertumpu pada ujian tertulis. Regulasi tersebut mewajibkan adanya penilaian pengalaman organisasi, keterampilan administrasi, serta pengetahuan pemerintahan desa. Namun, seleksi di Desa Banyu Urip dinilai hanya menitikberatkan pada aspek wawancara, sementara hasil tes tertulis dan nilai uji kepatutan serta kelayakan justru diabaikan.

Bahkan, terdapat peserta yang meraih nilai tertinggi pada tes tertulis tidak berhasil lolos, sementara yang nilainya lebih rendah justru dinyatakan lulus. Hal ini memunculkan dugaan bahwa panitia lebih mengutamakan hasil wawancara yang sifatnya sangat subyektif, sehingga membuka ruang bagi keberpihakan.

Menanggapi tuduhan tersebut, salah seorang Panitia Seleksi, Sinar, memberikan klarifikasi. Menurutnya, semua prosedur sudah dijalankan sesuai aturan. Ia menjelaskan bahwa soal dan kunci jawaban diterima langsung dari tim fasilitator yang melibatkan Danramil, kepolisian, dan pihak kecamatan. Dari situ, hasil tes muncul sesuai koreksi.

“Ada empat calon dengan nilai tertinggi, yaitu 88, 68, lalu di bawahnya ada 67, sedangkan beliau hanya mendapat 47. Kami sudah tawarkan mediasi untuk kroscek bersama. Tidak ada kunci jawaban yang salah. Yang benar tetap dinilai benar, yang salah tetap salah. Semua sudah clear,” ujarnya.

Sinar juga menegaskan bahwa prosedur seleksi sudah dijalankan sejak tahap sosialisasi, penjaringan, penyaringan, hingga ujian kepatutan dan kelayakan. Semua persyaratan calon sudah diperiksa, termasuk pengalaman organisasi yang diminta dalam berkas. Menurutnya, panitia tetap memproses berkas peserta. Kalaupun ada yang hanya melampirkan ijazah SMA dan tidak ijazah terakhir, atau tidak melampirkan pengalaman organisasi.

“Kalau memang ada pengalaman organisasi tapi tidak diserahkan, itu menjadi poin di ujian kepatutan dan kelayakan. Kami sudah melaksanakan sesuai regulasi,” tegasnya.

Kendati demikian, perdebatan mengenai transparansi dan obyektivitas seleksi masih terus mengemuka. Video yang beredar di media sosial memperlihatkan adanya keributan antara peserta dan panitia seleksi di Desa Banyu Urip. Dalam video tersebut, sejumlah peserta menyuarakan ketidakpuasan mereka karena menilai hasil seleksi tidak adil dan melanggar aturan yang ada.


Hingga berita ini diterbitkan, pihak kecamatan Gerung maupun pemerintah Kabupaten Lombok Barat belum memberikan tanggapan resmi terkait polemik yang terjadi. Sementara itu, desakan agar seleksi perangkat kewilayahan di Desa Banyu Urip dievaluasi terus menguat, mengingat adanya dugaan pengabaian terhadap Pasal 29 dan 30 Perbup 9/2017 yang seharusnya menjadi landasan utama dalam proses seleksi. (Ast)



0Komentar

Special Ads