TpdoGSGpGSriTfMlGpGlBSziTY==
Light Dark
 Sawah Abadi di Desa Lebih Penting dari Satu Miliar per Desa

Sawah Abadi di Desa Lebih Penting dari Satu Miliar per Desa

Daftar Isi
×
foto: Sawah produktif di Wilayah Kecamatan Labuapi 

Oleh: Syamsul Fahmi (Sekretaris DPD Tani Merdeka Indonesia Lombok Barat) 

Bagian II

Lombok Barat, PolitikNTB.com – Program “Satu Miliar per Desa” yang menjadi janji kampanye Bupati Lombok Barat dinilai belum menyentuh masalah paling mendasar di desa.

Alih-alih sekadar mengucurkan dana tunai, desa justru sedang menghadapi ancaman paling serius yang jauh dari perhatian, yakni hilangnya lahan sawah produktif sebagai penyangga pangan dan penyangga harapan.

Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman, pariwisata, maupun industri kini berlangsung dalam skala yang semakin mengkhawatirkan di Lombok Barat. Setiap hektare sawah yang hilang bukan sekadar berkurangnya lahan hijau, tetapi juga berkurangnya sumber pangan, pendapatan petani, serta cadangan ketahanan pangan nasional.

Sawah produktif sejatinya merupakan aset strategis desa. Berdasarkan perhitungan rata-rata, setiap satu hektare sawah mampu menghasilkan sekitar 15 ton gabah per tahun. Dengan rendemen beras sebesar 62 persen, potensi itu setara dengan 9,3 ton beras per hektare per tahun. Jika 100 hektare sawah produktif beralih fungsi, maka desa kehilangan potensi produksi 930 ton beras per tahun. Jumlah ini setara dengan 9,3 juta porsi nasi goreng, dengan asumsi satu porsi membutuhkan 100 gram beras mentah.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian bukanlah isu kecil, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan pangan masyarakat desa maupun bangsa.

Sementara, hilangnya sawah juga berarti hilangnya sumber penghidupan bagi petani. Anak-anak muda desa semakin enggan bertani karena keterbatasan lahan, sehingga profesi petani perlahan terancam punah.

Dampaknya, ketergantungan pangan dari daerah lain akan semakin besar dan harga beras kian rentan terhadap fluktuasi pasar. Dalam jangka panjang, desa yang kehilangan sawah menghadapi risiko melemahnya daya tahan sosial dan ekonomi masyarakatnya.

Lebih jauh, dana desa sebesar satu miliar rupiah memang memiliki peran dalam pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, maupun pengembangan ekonomi desa. Namun manfaatnya tetap bersifat sementara. Jalan desa bisa rusak, gedung bisa usang, dan program pembangunan dapat berganti setiap tahun.

Sebaliknya, sawah abadi adalah investasi jangka panjang. Selama sawah tetap terjaga, ia akan terus menghasilkan panen setiap musim, membuka lapangan kerja, serta memastikan kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi.

Inilah definisi nyata kesejahteraan yang berkelanjutan, yakni kesejahteraan yang tidak habis oleh waktu, tetapi diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih tegas dan berkelanjutan untuk melindungi sawah produktif. Instrumen hukum seperti Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) perlu diperkuat, disertai sinergi pemerintah daerah, pemerintah desa, dan masyarakat untuk menjaga sawah sebagai aset strategis bangsa.

Pada akhirnya, kesejahteraan masyarakat desa tidak dapat diukur dari besarnya dana tunai yang dikucurkan setiap tahun. Kesejahteraan sejati adalah jaminan bahwa pangan tetap tersedia dan bisa diakses oleh semua orang.

Karena itu, ketimbang hanya mengejar angka “Satu Miliar per Desa”, sudah saatnya orientasi pembangunan di Lombok Barat diarahkan pada terjaminnya sawah abadi sebagai fondasi kesejahteraan berkelanjutan.

0Komentar

Special Ads