Opini_PolitikNTB.com- Penting kiranya, seluruh pemangku kebijakan publik seperti Bupati, Gubernur, Menteri dan juru bicara atau penasehat (pekatik : bahasa sasak) dan lain sebagainya yang bertugas mengurus kepentingan publik untuk menjaga gaya bahasa, tutur kata dan etika komunikasi dalam menyampaikan niat baiknya.
Sebelum bupati Sudewo, sudah ada peristiwa-peristiwa sebelumnya beberapa pejabat yang menggunakan bahasa dalam komunikasi politiknya - yang oleh publik dianggap kurang etis - walau publik meresponnya hanya lewat media sosial tapi efeknya memunculkan kehebohan dan kegaduhan publik, yang ujungnya mereka harus meminta maaf ke publik dengan menyesali kata-katanya yang telah di lontarkan ke publik.
Dalam dunia politik dan pemerintahan, komunikasi publik adalah seni sekaligus strategi. Ia bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga membangun persepsi, membentuk citra, dan menjaga stabilitas emosi publik. Di titik inilah, Sadewo—dalam posisinya sebagai pejabat publik—sedang menjadi sorotan. Bukan karena kebijakan yang brilian, melainkan karena gaya komunikasi yang justru memancing amarah rakyat.
Masalah utama Sadewo bukan hanya apa yang ia katakan, tetapi bagaimana ia mengatakannya. Komunikasi publik yang sehat menuntut sensitivitas, empati, dan kesadaran akan posisi. Sayangnya, yang muncul justru kesan defensif dan menggurui, seolah rakyat tidak paham realitas. Hal ini memperlebar jurang kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat—jurang yang seharusnya diisi dengan dialog, bukan debat kusir.
Sadewo mestinya paham bahwa menjadi pejabat berarti siap bicara dengan rakyat, bukan pada rakyat. Ada perbedaan tipis tapi krusial: berbicara dengan rakyat berarti mengajak bicara setara, mendengar aspirasi, lalu merespons dengan solusi. Sedangkan berbicara pada rakyat hanya menempatkan publik sebagai pendengar pasif, yang pada akhirnya merasa dimonopoli oleh narasi pemerintah.
Untuk itu, disaat seperti ini Publik butuh simpati dan empati, ketika kondisi ekonomi negara yang sedang tidak menentu ini, sehingga dimanapun pemangku jabatan publik maka harus dijaga kata-katanya yang keluar dari mulutnya untuk menghindari kemarahan publik yang berujung pada aksi demonstrasi besar-besaran yang akan merugikan banyak pihak.
Kalau rakyat sudah marah, apapun bisa terjadi, rakyat bersatu tidak bisa dikalahkan, karena mandat yang mereka berikan kapan pun bisa ditarik kembali.
0Komentar