![]() |
Beberapa warga datangi Kantor Camat Gerung minta seleksi Perangkat Kewilayahan diulang |
Camat Gerung, Fitriati Wahyuni, menegaskan bahwa tahapan seleksi sudah sesuai aturan.
“Secara umum tahapan seleksi telah mengacu
pada regulasi yang ada yaitu Perbup Nomor 9 Tahun 2017. Jika kemudian ada yang
tidak puas terhadap hasil seleksi tersebut ya lumrah saja. Tadi kami sudah
catat apa yang menjadi poin-poin keberatannya, kami juga sudah tanggapi saat
beberapa masyarakat datang ke kantor, dan kami akan koordinasi dengan Dinas PMD
(Dinas Pemberdayaan Masyarkat dan Desa),” ujarnya, Senin (22/9/2025).
Fitriati juga membantah tudingan bahwa tahap wawancara sarat subjektivitas.
“Kalau ada tudingan wawancara subyektif itu
sah-sah saja, tapi saya sebagai salah satu yang ikut menguji benar-benar tidak
ada tendensi untuk menguntungkan salah satu calon. Kepentingan kami hanya agar
semua proses berjalan sesuai regulasi sehingga terpilih perangkat yang mampu
menjalankan tugasnya dengan baik,” tegasnya.
![]() |
Warga dari segenap unsur ikut mendatangi Kantor Camat Gerung menuntut seleksi ulang Perangkat Kewilayahan Desa Banyu Urip. (Ist) |
Namun, warga tetap bersikeras agar tahap wawancara
diulang. Agus Ahmad, salah seorang warga, menilai wawancara menjadi titik rawan
dalam seleksi.
“Wawancara itu sangat rawan subyektif. Kalau tidak
ada standar yang jelas, hasilnya bisa diarahkan sesuai kepentingan. Itu yang
kami minta agar ditinjau ulang,” katanya.
Ketua PPDI NTB, Wiro Hamdani, juga menyoroti proses
seleksi yang terkesan terburu-buru dan tidak transparan. Menurutnya, hasil
seleksi seharusnya merupakan akumulasi dari tes tertulis, uji kepatutan dan
kelayakan, serta wawancara.
“Pengalaman
menunjukkan yang sering diabaikan adalah proses seleksi. Hasil akhir tidak
boleh hanya bertumpu pada wawancara yang sangat subyektif,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang panitia seleksi,
Sinar, menegaskan tahapan sudah sesuai mekanisme dengan melibatkan fasilitator
dari unsur Danramil, kepolisian, dan camat. Ia menyebut soal ujian disiapkan
langsung oleh tim fasilitator, dan kunci jawaban sempat dibuka secara terbuka.
Meski demikian, peserta seleksi bernama Kaaludin
merasa dirugikan. Ia menuding panitia tidak transparan karena soal dan kunci
jawaban dibakar setelah ujian.
“Kalau semua bukti sudah dimusnahkan, bagaimana
bisa membuktikan kalau ada kesalahan? Ini seperti sudah diarahkan sejak awal,”
ungkapnya.
Polemik ini menambah daftar panjang persoalan
rekrutmen perangkat desa di Lombok Barat. Warga berharap ada evaluasi serius
agar proses seleksi benar-benar berjalan transparan, akuntabel, dan bebas dari
dugaan kepentingan. (Ast)
0Komentar